Jakarta,harian62.info -
Pengusutan kasus pagar laut di Tangerang, Banten tak kunjung masuk ke meja hijau. Sebab, antara Kejaksaan Agung dan Bareskrim Polri masih beda pendapat dalam penanganan kasus ini, utamanya terkait dugaan korupsi dalam kasus ini.
Kejagung menduga bahwa ada persoalan korupsi dalam penerbitan dokumen sertifikat lahan. Sementara Bareskrim menilai bahwa persoalan yang terjadi hanya sebatas pada pemalsuan dokumen semata.
Sejak awal pengusutan hingga kini, Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri sudah dua kali melimpahkan berkas perkara ke Kejagung. Namun keduanya dikembalikan Kejagung.
Sejak pengembalian pertama pada 25 Maret 2025, Kejagung telah memberikan instruksi kepada Bareskrim agar turut mengusut dugaan suap atau gratifikasi yang berkaitan dengan korupsi di kasus ini.
Pasalnya, jaksa menemukan adanya dugaan atau potensi terjadinya korupsi dalam proses pemalsuan surat tanah yang dilakukan Kepala Desa Kohod, Tangerang, Arsin dan bersama jajaran stafnya.
Petunjuk dan catatan Jampidum soal pengusutan korupsi ini kembali dipertegas oleh pada pengembalian berkas yang kali kedua pada 16 April 2025.
Akan tetapi, tim peneliti berkas menyampaikan, Bareskrim Polri belum mengikuti petunjuk dari Kejaksaan Agung sehingga berkas harus dikembalikan lagi. “Jadi, berkas perkara yang kita terima, itu tidak ada perubahan dari berkas perkara yang awal.
Tidak ada satu pun petunjuk yang dipenuhi,” ujar Ketua Tim Peneliti Berkas Jaksa P16 Jampidum, Sunarwan, saat konferensi pers di kawasan Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (16/4/2025).
Tak ada keterangan BPK Sunarwan juga membantah pernyataan Dirtipidum Brigjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro yang sempat mengatakan bahwa Polri sudah berdiskusi dengan pihak dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan mengaku tidak ada kerugian negara dalam kasus yang tengah diselidiki ini.
Pernyataan Djuhandhani yang disampaikan ke media Minggu lalu ini ternyata tidak dilampirkan dalam berkas pagar laut Tangerang yang mereka limpahkan kembali ke Kejaksaan Agung.
“Tidak ada di dalam berkas perkara itu yang saksi dari BPK, dari mana, tidak ada,” lanjut Sunarwan. Dalam berkas yang dilimpahkan Bareskrim hanya terdapat penjelasan atau pendapat dari ahli KUHP, bukan ahli untuk menjelaskan perkara korupsi.
Beberapa waktu lalu, Djuhandhani sempat mengatakan kalau kasus pagar laut di Tangerang tidak menyebabkan kerugian negara. “Dari teman-teman BPK, kita diskusikan, kira-kira ini ada kerugian negara di mana ya.
Mereka belum bisa menjelaskan adanya kerugian negara,” ujar Djuhandhani saat konferensi pers di Kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (10/4/2025).
Ia menyebutkan, kerugian yang ditemukan penyidik sejauh ini adalah kerugian yang dirasakan oleh para nelayan yang tidak bisa melaut karena pagar laut.
“Karena, kerugian yang ada saat ini yang didapatkan penyidik adalah kerugian yang didapat oleh para nelayan, dengan adanya pemagaran itu dan lain sebagainya,” lanjut Djuhandhani.
Diusut beberapa direktorat Djuhandhani mengungkap, di Polri sendiri ada beberapa Direktorat yang ikut mendalami soal perkara pagar laut di Tangerang.
Kortas Tipikor disebutkan tengah menyelidiki adanya dugaan suap dan gratifikasi yang dilakukan dalam rangkaian kasus pagar laut di Tangerang.
“Terdapatnya indikasi pemberian suap atau gratifikasi kepada para penyelenggara negara saat ini yang, dalam hal ini Kades Kohod, saat ini sedang dilakukan penyelidikan oleh Kortas Tipikor Mabes,” lanjut Djuhandhani.
Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri juga ikut menyelidiki dugaan terjadinya kejahatan atas kekayaan negara berupa pemagaran di wilayah laut.
“Terhadap kejahatan atas kekayaan negara yang berupa pemagaran wilayah laut desa Kohod saat ini sedang dilaksanakan proses penyelidikan oleh Direktorat Tindak Pidana Tertentu dan sudah turun sprin sidiknya,” kata Djuhandhani.
Kerugian negara Kejaksaan Agung menjabarkan, ada sejumlah bentuk kerugian negara yang disebabkan oleh pemasangan pagar laut di Tangerang.
Angka kerugiannya memang belum disebutkan, tapi ada beberapa bentuk perbuatan yang disebutkan masuk dalam definisi kerugian negara.
Sunarwan menjelaskan, kerugian negara ini terlihat dari adanya kepemilikan negara atas laut di sisi utara Tangerang yang lepas ke tangan pihak lain akibat surat yang diterbitkan oleh para tersangka.
“Adanya laut yang kemudian berubah statusnya menjadi milik perorangan dan kemudian menjadi milik perusahaan. Sehingga, lepaslah kepemilikan negara atas laut tersebut.
Nah itulah yang merupakan titik poin kita kenapa kita menyampaikan bahwa itu ada perbuatan melawan hukum, berubahnya status itu,” ujar dia.
Lebih lanjut, penerbitan surat lahan ini dilakukan oleh penyelenggara negara, yaitu Kepala Desa Kohod Arsin bin Asip dan jajarannya.
Penerbitan surat oleh Arsin disebut sebagai perbuatan yang menyalahgunakan kewenangan negara. “Sejak tingkat kepala desa sampai dengan proses keluarnya SHGB.
Di situ ada perbuatan dan semua dilakukan oleh penyelenggara negara. Sehingga, di sini ada perbuatan penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan oleh penyelenggara negara,” kata Sunarwan. Menurut Kejagung, dua indikasi ini dinilai sudah menunjukkan adanya potensi terjadi korupsi.
Atas dasar-dasar ini, berkas perkara pagar laut di Tangerang dikembalikan lagi ke Bareskrim Polri agar bisa dilengkapi.
Sumber : Kompas.com
0 Komentar