Kronologi Suap Rp 60 Miliar: Mafia Peradilan di Kasus Korupsi Ekspor CPO

 Jakarta,harian62.info -


Ada suap yang mengalir senilai Rp 60 miliar dari terdakwa ke pihak hakim, agar terdakwa mendapatkan vonis lepas atau ontslag kasus ekspor CPO minyak goreng (migor). Begini kronologi penyerahan gratifikasi Rp 60 miliar itu. 



Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar, menjelaskan kronologi penyerahan Rp 60 miliar itu dalam jumpa pers di Kantor Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (15/4/2025) malam. 



“Ini harus saya nyatakan secara kronologis biar tidak ada kesalahpahaman,” ujar Abdul Qohar di depan awak media. 



Untuk membantu pemahaman kronologi ini, silakan simak dahulu nama-nama beserta inisial yang terlibat dalam kasus ini:


 
1. Ariyanto (AR), pengacara korporasi terdakwa korupsi migor, kini tersangka 

2. Marcella Santoso (MS), pengacara korporasi terdakwa korupsi migor, kini tersangka 

3. Wahyu Gunawan (WG), panitera muda Pengadilan Negeri Jakarta Utara, kini tersangka

4. Muhammad Arif Nuryanta (MAN), hakim, kini tersangka 

5. Ali Muhtarom (AM), hakim, kini tersangka 

6. Muhammad Syafei (MSY), social security legal Wilmar Group, kini tersangka (terbaru)



Bermula dari pihak pengacara bernama Aryanto atau AR dan Wahyu Gunawan (WG) yang merupakan panitera muda, pembicaraan soal gratifikasi ke hakim dimulai. Wahyu alias WG menyampaikan perkara korupsi minyak goreng ini harus diurus atau kalau tidak bakalan diganjar vonis berat. WG menyampaikan ke AR agar AR meyiapkan biaya pengurusan perkara itu.



AR si pengacara korporasi terdakwa korupsi migor itu kemudian menyampaikan ke rekannya sesama pengacara juga yakni Marcella Santoso alias MS. MS menyampaikan bahwa WG bisa membantu pengurusan perkara migor ini. 




MS menyampaikan informasi ini ke Muhammad Syafei alias MSY selaku pihak korporasi Wilmar Group.



Deal Rp 60 M di rumah makan seafood 

Dua pekan kemudian, hakim Ali Muhtarom alias AM dihubungi oleh WG si panitera muda. AR si pengacara terdakwa kemudian menyampaikan ke rekan pengacaranya yakni MS untuk menyiapkan duit Rp 20 miliar. Kemudian AR, WG, dan hakim MAN bertemu di rumah makan seafood di Kelapa Gading Jakarta. Di situ, MAN menaikkan tawaran dari Rp 20 miliar menjadi 3 kali lipat. 



“Dalam pertemuan tersebut, Muhammad Arif Nuryanta menyatakan bahwa perkara minyak goreng tidak bisa diputus bebas. Ini sebagai permintaan pertama tadi kepada WG, dan ini jawabannya, tetapi bisa diputus ontslag (vonis lepas -red) Dan yang bersangkutan dalam hal ini MAN atau Muhmmad Arif Nuryanta meminta agar uang Rp 20 M tersebut dikalikan 3 sehingga jumlahnya total Rp 60 M,” tutur Abdul Qohar.



WG si panitera kemudian menyampaikan ke AR si pengacara agar AR menyiapkan duit Rp 60 miliar. MSY dari pihak korporasi terdakwa Wilmar Group juga ‘deal’ dengan jumlah itu. Duit akan diserahkan dalam bentu mata uang dolar Amerika Serikat dan dolar Singapura.




Duit lewat parkiran SCBD, ke panitera, finis di hakim Tiga hari kemudian, MSY menghubungi MS si pengacara untuk memberitahukan bahwa uang Rp 60 miliar sudah siap. Duit kemudian diantar ke kawasan SCBD Jakarta Selatan. “Setelah ada komunikasi antara AR dengan MSY, kemudian AR bertemu dengann MSY di parkiran SCBD,” kata Abdul Qohar.



Selanjutnya, MSY dari pihak korporasi itu menyerahkan uang tersebut ke AR yang merupakan pengacaranya. AR kemudian mengantar duit itu ke rumah WG si panitera di klaster Eboni, Cilincing, Jakarta Utara. “Uang tersebut oleh WG diserahkan kepada MAN (hakim -red), dan saat penyerahan tersebut, MAN atau Muhammad Arif Nuryanta memberikan uang kepada WG sebanyak 50 ribu USD,” kata Abdul Qohar.




0 Komentar

KLIK DISINI untuk bergabung