PTPN 2, Preman NDP dan Kantah ATR/BPN Tidak Dapat Menunjukkan Bukti Legalitas SHGU yang Mereka Klaim

Medan,harian62.info -

Rudi Susanto Munthe sebagai Ketua kordinator Team Media Suara Republik News.com, sekaligus sebagai Ketua DPC LSM Independent Social Control dan  Pengurus DPD Gibran Center beserta rekan  team Media Tipikor, Harian 62, LSM INSC mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak perwakilan rakyat atas terlaksananya Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Gedung DPRD Kab. Deli Serdang.


RDP Berjalan dengan  kondusif bersama pihak pihak Pemerintahan Kab.Deli Serdang & Instansi terkait lainnya dalam mencapai kesepakatan bersama untuk keadilan bagi masyarakat Petani Jati Rejo, Desa sampali Kec. Percut Sei Tuan.


Dalam perjalanan waktu RDP, ditemukan ada Kejanggalan Hukum tentang Legalitas HGU yang di klaim pihak PTPN, Preman NDP Dan ATR/BPN  tanpa menunjukkan bukti konkrit dari SHGU. Ketiga instansi tersebut mencoba memalsukan data demi keuntungan pribadi untuk mewujudkan keinginan Pengembang  dalam merampas Hak Hak masyarakat Petani tanpa memandang adanya Hukum ketetapan dari Pemerintahan, khususnya Mahkama Agung.


Badan Perjuangan Rakyat Penunggu Indonesia adalah sebuah kelompok Masyarakat Adat Melayu Deli yang memperjuangkan Hak Ulayat nya. Lahirnya BPRPI pada tahun 1953 berakar konflik yang menimpa Masyarakat Adat Melayu sebagaimana mengalami hambatan dalam penguasaan Hak Ulayat.


Adapun alas hak Masyarakat Adat BPRPI dalam penguasaan tersebut berdasarkan Historis dan Akta Konsesi 1898 Sultan Deli. Setelah mengalami konflik dalam menguasai objek tersebut, Masyarakat Adat BPRPI membawa konflik ini ke meja Persidangan sehingga Hakim memutuskan bahwa yang berwewenang dalam penguasaan objek tersebut adalah Masyarakat Adat BPRPI berdasarkan Putusun Mahkamah Agung No. 1734K/Pdt/2001. 


Permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimana Pengaturan Hak terhadap Status Tanah Ulayat dan Adat di Indonesia, Bagaimana Hak Masyarakat Adat BPRPI dalam Penguasaan Tanah Eks HGU di Desa Sampali, Kec. Percut Sei Tuan, Kab. Deli Serdang dan Bagaimana Hambatan dalam Penguasaan Tanah Eks HGU PTPN II oleh Masyarakat Adat BPRPI. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian Yuridis Normatif dengan memperoleh data melalui bahan hukum primer dan sekunder yang berasal dari dokumen resmi, buku-buku, peraturan perundang-undangan dan data dari instansi terkait serta wawancara dengan sifat desriptif analisis yang menggunakan analisis kualitatif dengan pendekatan melalui studi kepustakaan dan lapangan. 


Hasil Penelitian nya adalah Regulasi yang mengatur tentang kedudukan Hak Ulayat diatur di UUD 1945 Pasal 18 B Ayat (3) dan 28 I Ayat (2), kemudian di Undang-undang No. 5 Tahun 1960 Tentang UUPA Pasal 3 dan 5, Undang-undang No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan Pasal 67 Ayat (1), Undang -undang No. 39 Tahun 1999 Tentang HAM Pasal 6 Ayat (1) dan (2) dan Peraturan Mentri Agraria No. 18 Tahun 2019 Tentang Tata cara penatausahaan Tanah Ulayat Kesatuan Masyarakat Hukum Adat. 


Hak Masyarakat Adat BPRPI dalam penguasaan Tanah Eks HGU PTPN II di Desa Sampali berdasarkan Akta Konsesi 1898 Sultan Deli dan Putusun Mahkamah Agung No. 1734K/Pdt/2001. Hambatan Masyarakat Adat BPRPI dalam penguasaan Tanah Eks HGU di Desa Sampali adalah penggarap Organisasi Masyakat Pemuda Pancasila ataupun yang disebut dengan PP yang ingin menguasai lahan tersebut Kemudian ada beberapa orang yang mengaku mempunyai hak milik tanah di daerah Hak Ulayat Masyarakat Adat BPRPI Kampung Tanjung Mulia di Desa Sampali dengan dasar hukum Putusan Pengadilan juga.


Faktor-faktor penyebab timbulnya sengketa tanah antara PTPN II Perkebunan Sampali dengan masyarakat di Desa Sampali, antara lain: Adanya bukti-bukti alas hak yang dikeluarkan oleh Pejabat Penyelesaian Sengketa Tanah Garapan Di Areal Perkebunan, Seperti: SK GUBSU No. 36/K/1951, KTPPT Tahun 1954-1956, Surat Izin Menggarap (SIM), SK BPPSPT, SK Mendagri No. 44/DJA/1981, SK GUBSU, Surat Keterangan Tanah (SKT) Kepala Desa dan Camat, Bukti pembayaran Ipeda, Surat Pembagian Tanah objek landreform, Pengakuan kesaksian dan uraian kronologis tuntutan yang diperbuat oleh masyarakat/penuntut. 


Faktor Politik (Political factor), Faktor Ekonomi (Economic factor) dan Faktor Sosial Budaya (Sosial and Culture Factor) turut melatarbelakangi faktor timbulnya sengketa-sengketa pertanahan di daerah ini.


Perlindungan Hukum Terhadap Tanah HGU PTPN II telah diatur jelas dalam Pasal 19 UUPA dan Pasal 32 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 serta Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. 


Maka Terhadap tanah HGU PTPN II Perkebunan Sampali Berdasarkan sertifikat HGU tentunya mendapat perlindungan hukum oleh Undang-undang. Surat-surat alas hak yang dikeluarkan oleh Kepala Desa dan Camat seperti Surat Keterangan Tanah (SKT) berdasarkan KTTPT, Akta Van Konsessie dan Surat Izin Meggarap (SIM) yang dimiliki oleh masyarakat merupakan salah satu alas hak penguasaan hak masyarakat yang dapat diakui dan mendapat perlindungan hukum. Putusan Pengadilan Negeri Lubuk Pakam No. 75/Pdt.G/1999/PN. LP yang mengabulkan Gugatan Masyarakat diperkuat oleh Putusan Mahkamah Agung RI No. 1734 K/Pdt/2001 dalam pertimbangannya mengakui keberadaan hak atas tanah kelompok masyarakat Adat Di atas areal Perkebunan Sampali. 


Dalam rangka melakukan upaya penyelesaian sengketa antara Pihak PTPN II dengan kelompok masyarakat penggarap, kedua belah pihak telah melakukan langkah-langkah sebagai berikut: Pertama, Penyelesaian secara Non litigasi yang terdiri dari Upaya Mediasi dan Politis. 


Pendekatan negoisasi (musyawarah) antara kedua pihak secara langsung, belum pernah dilakukan. Sedangkan pertemuan yang difasilitasi Kanwil BPN Provsu dan DPRDSU tidak menemukan penyelesaian. Kebijakan-kebijakan yang dilakukan Pemerintah Daerah Sumatera Utara dan Kanwil BPN Provsu belum mampu menuntaskan persoalan yang terjadi berhubung karena terganjal oleh izin pelepasan aset dari Menteri BUMN. Kedua, penyelesaian secara Litigasi, yakni upaya hukum gugatan perdata yang dimenangkan oleh kelompok masyarakat hingga ke Mahkamah Agung RI dan telah berkekuatan hukum tetap, namun belum dapat dieksekusi akibat belum adanya izin pelepasan asset dari Kementerian BUMN. 


Dan pihak kepolisian Poltabes medan yang menangani laporan pengaduan oleh PTPN PTPN II mengalami kesulitan menuntaskan kasus ini dengan alasan di atas areal Perkebunan juga terdapat bukti-bukti hak yang dimiliki masyarakat secara sah.


Harapan Team :

Meninjau dari Geografik lokasi dalam Peta Google Maps dan Locus gis terlihat jelas bahwa lokasi yang ingin di Rampas oleh Preman NDP adalah areal Pemukiman Masyarakat adat/petani.


Pemerintah Pusat,  mentri BUMN dan Menteri ATR/BPN harus menindak tegas PTPN dan KSO Preman NDP  yang berusaha melakukan perbuatan melanggar hukum (PMH), dimana berusaha  memalsukan surat surat penting pertanahaan, khususnya SHGU.


Dengan Alas Hukum penetapan PUTUSAN MA Reg no 1734k/pdt/2001 telah menolak KASASI PTPN 2, atas HGU 110 Thn 2003 & HGU 152 Thn 2023.


Hingga saat ini berusaha mengeluarkan SHGU no 5386 tanpa Legalitas dr kementrian Pusat ATR/BPN.


PIMPINAN KETUA DPP LSM INSC

Drs. Maripin Munthe  mengecam keras atas tindakan melanggar hukum yang dilakukan oleh pihak PTPN 2 yang mencoba merekayasa Sertifikat tanah perkebunan.


Dengan adanya kerjasama tidak baik antar beberapa instansi terkait serta pemerintahan setempat, sudah sangat merugikan masyrakat dan telah menimbulkan pelanggaran HAM.


Pemerintah pusat, Ombudsmen, KPK,  menteri ATR/BPN, menteri BUMN agar dapat menindak tegas sesuai Hukum yang berlaku, serta meninjau adanya unsur Kolusi & Korupsi yang sudah merugikan Negara.




(Aldi Marcelino Munthe)

0 Komentar

KLIK DISINI untuk bergabung